Followers blog

  • percintaan ema & epy

Anak-anak Yang Terbuang!

by FADLY MUIN on JANUARY 13, 2010
Apapun yang menyangkut keterpinggiran anak-anak, hati saya selalu merasa seperti teriris. Pedih dan nyerih di dada. Apapun yang menyangkut penindasan terhadap kebahagiaan anak selalu membuat hati saya merasa kacau, gelisah dan tak tenang.
Pada suatu ketika, saya bersama istri pergi ke daerah Mangga Dua, tempat saya membeli alat paket sablon Digital untuk Produksi Kaos Anak. Karena printer yang saya beli beberapa bulan tersebut macet, warnanya tidak keluar. Maka datanglah saya ke tempat pembelian sebelumnya.
Sebenarnya saya membeli paket itu via online. Harganya juga lumayanlah, sekitar 4 jutaan. Dan transaksi itu saya lakukan lewat online. Namun karena menyangkut perbaikan fisik, mau tidak mau harus saya bawa kesana. Dan perjalanan kesana saya memilih untuk naik bus way. lebih cepat dan tidak capek nyupir.
Pengalaman menyangkut anak-anak ini saya alami ketika saya baru saja turun dari bus way dan akan naik angkot untuk nyambung perjalanan yang sebenarnya sudah dekat, tapi karena kondisi jalanan disitu, tidak kondusif untuk kita tempuh dengan jalan kaki. Apalagi saya tenteng printer kemana-mana. Bathin saya bilang “kok pebisnis kaos tenteng printer?” ? biarinlah, toh untuk mencapai sukses harus ada pengorbanan bukan?
Eh, malah lupa cerita tentang anak-anak tadi.
Jadi anak-anak yang saya temui itu kondisinya sangat memprihatinkan dimata saya. Ada empat orang yang berkumpul disitu. Tepatnya di bawah jembatan bus way, seorang ibu-ibu paruh baya. Saya menebaknya berusaha 40-an tahun, bahkan mungkin kurang dari itu. Tapi karena fisiknya di terpa cuaca dan tanpa perawatan, mungkin ia mengalami penuaan dini.
Mereka duduk setengah melingkar. Ibu paruh baya itu, di depannya seorang anak laki-laki berusia kira-kira 11 tahun dengan pakaian dinas ala anak jalanan. Di sebelahnya lagi seorang anak laki-laki juga berusaha lebih muda dari lelaki disebelahnya. Kira-kira 9 tahun. Dan yang membuat saya itu merasa miris adalah anak bayi yang kira-kira berusia 9 bulan. “Yah! sembilan bulan”, yang di gendong oleh anak laki-laki kecil yang berusaha 9 tahun itu.
Cukup lama saya menunggu. Makanya saya ada kesempatan untuk mengamati mereka. Saya melihat pemandangan yang sangat memprihatinkan. Saya melihat si bayi yang tak terurus itu, kepalanya berambut seperti landak, pendek tajam-tajam, sepertinya ia anak perempuan, karena dia di pakaikan rok. Saat itu ia tertidur pulas sekali. Anak lelaki yang menggendongnya yang saya prediksi berusia 9 tahun itu, sedang memegang puntung rokok dan di mainkan di mulutnya. Mungkin karena dia belum menemukan korek api, sehingga rokoknya tidak di nyalakan. Sesekali ia menempelkan puntung rokok itu ke mulut si bayi. Tapi karena terlalu pulas, bayi mungil itu tidak merespon sedikitpun. Lehernya sangat lentur, menggoyang kepalanya kesana-kemari. Lunglai!
Dalam keadaan tertidur pulas dalam gendongan. Si bayi perempuan itu tidak terganggu oleh keriuhan suara kendaraan di jalanan. Walau kedua anak laki-laki mencoba mencandainya, tetap saja dia tidak terbangun. Sesekali ia di tidurkan di lantai tentu saja di alasi dengan debu dan tanah kotor. Dari mulutnya keluar busa-busa kecil. Mungkin karena kekurangan cairan, jadi hawa panas di tubuhnya menguap lewat mulut.
Saya tidak sempat mengamatinya lebih jauh lagi atau minimal sampai si bayi perempuan itu terbangun. Karena angkot yang saya tunggu sudah tiba. Maka selesailah pemandangan yang sangat memprihatinkan mata bathin saya. Tapi saya bisa merasakan kepedihan yang membekas saat saya meninggalkan pemandangan yang memprihatinkan itu.
Saya yakin, anda pun memiliki pengalaman yang lebih dalam dan tragis di bandingkan dengan apa yang coba saya ceritakan di atas. Ini hanyalah bagian kecil dari potret sosial kita yang sangat memprihatinkan. tapi menurut saya, potret kehidupan anak jalanan itu, cukup memadai untuk kita jadikan renungan kecil.
  • Kenapa dan bagaimana semua ini bisa terjadi?
Perjalanan yang sangat panjang jika ingin membahasnya dalam satu momen artikel. Karena untuk merespon kondisi tersebut dalam bentuk-bentuk sikap dan tindakan. Di butuhkan penglihatan yang konfrehensif, menyeluruh kesemua sendi-sendi kehidupan. Karena banyak faktor yang akan ikut terkait. Pemerinah tentu memainkan peranan penting. Masyarakat pasti ada porsi pengaruh didalamnya. Individu sebagai aktor penjaga nilai-nilai dalam sektor yang mikro dan seterusnya. Kesemuanya akhirnya membentuk system dan menjadi dasar tindakan kita.
Kalau kita mencoba untuk merubah semua itu dengan cara kita sendiri. saya yakin, kita akan kehabisan tenaga dan fikiran untuk melakukannya. Merubah system atau merubah banyak orang sekaligus, lebih sulit di bandingkan merubah satu orang. Daripada rasa cemas itu terus kita pelihara, seperti yang saya alami waktu itu. Lebih baik kalau kita mulai dari diri sendiri.
Merubah diri sendiri tentu lebih mudah dibandingkan dengan merubah orang lain. Apapun yang menyangkut diri sendiri. kita memiliki hak penuh, mutlak untuk diri kita sendiri untuk merubahnya. Tak ada seorangpun yang berhak atas diri kita. kecuali Tuhan!
Mengingat pengalaman sekejab itu, saya langsung teringat anak saya di rumah. Tiba-tiba saya melakukan koreksi terhadap diri sendiri. tentu saya tidak ingin mengalami ketidakberuntungan seperti yang di alami anak-anak jalanan itu..
Jadi sebelum semuanya terlambat, mari kita kurangi jumlah penindasan anak-anak di tinjau dari segala aspek. Dan di mulai dari diri sendiri
kasihan kdg2 tengok bayi2 dan kanak2 yg ta bdosa terbiar begitu..sahaja apakah anda semua tidak mempunyai rasa kasihan dan prihatin trhadap anak2 yg tdak bdosa sprti ini..

No comments:

Post a Comment